Inside Your Heart



Dari bibir yang manis itu,
mengalir racun yang telah merubah hidupku,
dan racun itu bernama cinta.

Semua ini bermula tanpa aku menyadari bahwa ini adalah awal dari cerita. Aku yang hanya dapat mengingat sedikit dari banyaknya peristiwa yang terjadi hari itu tak dapat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Yang dapat ku ketahui hanyalah, saat itu aku sedang duduk di dalam kelas dan menulis sesuatu yang… ah… aku tidak ingat. Terlalu banyak suara, waktu itu keadaan sangat ramai diluar kelas, aku penasaran ada apa dan tepat saat aku berdiri, waktu seperti berjalan sangat lambat, aku bisa merasakan bergantinya detik yang terasa lama.

Saat kau datang pertama kali, aku tak percaya,
Pada mataku, pada penglihatanku.
Pada pandangku atau rasaku.
Semuanya terasa tak nyata
Namun juga nyata disaat yang sama.

Dia datang, mendekati aku dengan gaun sutranya yang berwarna pastel. Aku tak mengingat wajahnya, karena yang aku lihat hanyalah bibirnya yang berwarna merah muda tersenyum kepadaku. Dia membisikkan namaku dan aku merasakan lembut bibirnya melalui bibirku. Dan semuanya terlihat rabun dan aku tak sadarkan diri.

Cipta...
Ku lihat kau memandangku, mendatangimu.
Aku tersenyum, kau menerimaku,
Akan kubawa kau bersamaku...

Ku lihat kau melihatku, mendatangiku.
Dengan senyum di bibirmu, kau menyentuhku
Membangkitkannku dari tidurku.
Lalu kau pergi, meninggalkanku
Bersama rasa penasaranku
Tentangmu, tentang dirimu.

Begitu aku membuka mata, aku sudah berada disini, di ruangan kecil ini. Ruangan yang begitu aneh kurasa. Tanpa pintu, hanya ada jendela besar yang mengelilingi ruangan, namun tak ada satu jendela pun yang dapat terbuka.

Dan kubiarkan kau dan kisahmu berlalu.

Berhari-hari aku berada diruangan ini. Tanpa makan ataupun minum. Tapi yang lebih anehnya aku merasa tidak membutuhkan itu semua. Aku tak tau apa yang sedang terjadi diluar. Saat aku melihat keluar jendela, cuaca disana selalu berubah. Kadang cerah, kadang suram. Tapi cuaca didalam ruangan ini terasa sangat lama berubah.

Kau jebak aku di dalam hatimu
Kau perlihatkan aku banyak hal tentang rasa yang kau rasa...
Tapi kubiarkan juga itu berlalu

Salju terus turun diruangan ini. Aku melihat ke langit-langit kamar namun ruangan ini seperti tak berujung. Hanya gumpalan kecil salju yang terus turun dan menutupi pandanganku. Aku tak lagi bisa membedakan malam atau siang. Dan aku tak lagi bisa menghitung sudah berapa lama aku disini. Aku tak tau apa aku merasa dingin atau tidak. Semua terasa sangat biasa.
Hari ini salju turun lebih lebat dari biasanya sejak aku membuka mata. Dan mulai bisa merasakan dingin yang menusuk hingga ke tulang. Aku menggigil, namun tak ada apapun yang bisa menghangatkanku. Cuaca diluar sangat hangat dan nyaman, membuatku ingin sekali melompat dan merasakan hangatnya.tapi jendela ini terlalu tebal hingga tak ada kehangatan yang dapat aku rasakan melalui kacanya. Semua dingin. Kaki ku lemas, dan aku kembali kehilangan kesadaran.
Maafkan aku, aku terlalu mencintaimu. Hingga…

Hingga suatu saat kau kembali dan mengingatkanku
Menghantuiku dengan ingatanku tentangmu
Tentang senyum yang menyentuhku.

Aku merasakan sentuhan lembut dibibirku dan tetesan air yang menyentuh wajahku. Perlahan aku membuka mataku dan aku terbaring di ruangan yang berbeda. Ruangan yang lebih hangat dan berwarna, kalau tadi aku diruangan yang tanpa sudut dan bercat putih disekelilingnya, kini aku berada di ruangan yang kotak dan bercat coklat dan hijau. Aku melihat keatas, namun tetap tanpa langit, hanya terlihat tetesan air hujan tak berakhir.

Masih kubiarkan kau lakukan apa yang kau mau
Karena aku pun menikmatinya...

Hanya ada dua jendela diruangan ini, aku melihat keluar dan cuaca disana gelap dan berangin. Melihatnya cukup membuatku turut merasa dingin. Ruangan ini tak sehampa ruangan sebelumnya. Hujan masih tak berhenti dan aku merasa sangat jenuh dengan keadaan yang menyiksa ini. Aku terus memukul tembok dan jendela ini, aku ingin pergi, tak perduli sedingin apa diluar sana atau sepanas apapun itu, aku ingin pergi. Aku sudah tidak tahan dan aku ingin mengerti apa yang sebenarnya terjadi! Aku begitu kelelahan, karena sudah semua tenaga kuhabiskan untuk merusak tembok dan jendela namun sia-sia.

Namun hatiku semakin tersiksa
Oleh rindu yang kau tinggalkan
Juga tanya yang memberatkan
Oh.. jangan biarkan cinta ini sendiri...

Aku terduduk di sudut ruangan dan menangis. Air mataku bercampur dengan air hujan yang membasahi tubuhku. Aku begitu lelah, nafasku tersengal. Tubuhku bergetar. Aku benar-benar lemas tak berdaya. Aku hampir kehilangan kesadaran saat dia datang dan mengangkat wajahku. Aku berusaha menatap matanya, namun terlalu lemah tuk membuka mataku.
Tapi bibir itu! Bibir itu lah yang membawaku kesini! Dia tersenyum dan mendekatkan wajahnya ketelingaku, dia berbisik dengan sangat pelan hingga aku sayup-sayup mendengar suaranya.
Sebutkan namaku, dan aku akan membiarkanmu pergi,
Namun tak kan kubiarkan kau menghilang...

Dan ku biarkan diriku merindu,
Karena kini kau pergi lagi
Bersama semua jawab yang kuinginkan...

Aku menutup mata dan berusaha mengatur nafasku. Kuhitung sampai tiga dan kembali membuka mataku. Semuanya berubah. Aku diruangan kering, tanpa salju ataupun hujan. Ruangan ini terasa hangat. Ruangan yang berbeda, aku tidak lagi merasa hampa. Aku duduk di satu-satunya sofa diruangan ini. Sebuah sofa panjang yang menghadap ke sebuah pintu besar di depanku. Jendela di belakangku memberikan sinar yang sangat terang. Dan benar, cuaca disana tampak sangat cerah dengan bunga yang bermekaran.
Aku berlari menuju pintu dan menarik gagangnya untuk kubuka, namun pintu itu tak bergerak sedikitpun. Aku menariknya, atau mendorongnya lagi, namun kurasa semuanya sia-sia. Aku mundur dan menjauhi pintu itu. Aku merasa cuaca diruangan ini kembali berubah. Angin dingin memelukku dan membekukan tubuhku. Cahaya pun perlahan memudar. Aku ingin pergi. Lalu aku teringat kata-kata yang kudengar dari bibir itu. Sebut namaku. Tapi siapa? Siapa? Nama apa?

Sebut namaku Cipta,
Sebut aku dengan hatimu...
Panggil aku dengan bibir yang menyentuhku...

Kau biarkan aku terus bertanya
Sambil merindu yang tak hentinya menyiksa

Aku mengangkat kepalaku dan melihat sekeliling. Ada sebuah lukisan besar tergantung didinding sebelahku. Aku mengenal gaun itu, aku mengenal bibir itu! Dia, dia yang membawaku kesini! Tapi, siapa namanya? Aku mendekati lukisan itu. Aku mencari nama yang tertulis, namun tak ku dapatkan satupun petunjuk.
Tapi ada! Ada satu hal yang menarik perhatianku. Dia menggunakan sebuah kalung nama. Tapi lukisannya terlalu tinggi untuk kulihat nama dikalungnya. Aku berusaha menggeser sofa yang berada tepat ditengah ruangan. Aku berusaha sekuat tenaga. Namun sofa itu tak bergerak sama sekali. Dan semakin aku perhatikan, ruangan ini tampak lebih luas dari yang aku sadari. Aku tak mau menyerah. Aku berusaha menurunkan lukisan itu dan melihat lebih jelas, tapi lagi-lagi tak bergerak seperti semua yang diruangan ini sudah membatu dan tak dapat bergerak sama sekali. Aku melompat lompat di sofa untuk melihat lebi tinggi, tapi tak berguna juga.
Tenagaku sudah hampir habis, pandanganku pun mulai kabur. Dan tepat disaat itu, aku mengingat pertama kali dia datang mendekatiku. Aku berusaha mengingat lebih banyak dan aku melihat sebuah nama, sebuah kalung nama yang menggantung dilehernya.
Maya
Maya! Nama itu adalah Maya! Aku meneriakkan nama itu dan seketika pintu yang tadi terbuka dan menunjukkan sebuah lorong dan sebuah kegelapan yang mendekatiku. Aku merasa sebuah tangan menyentuh wajahku dan menarikku ke dalam kegelapan iu. Aku menutup mataku, berusaha tenang.
Satu, dua, tiga… kubuka mataku dan… aku kembali dikelas. Kelas yang sudah kosong dan aku melihat jam tanganku yang sudah lewat dua puluh menit dari bunyi bel pulang. Aku menyadari ada seseorang yang memperhatikanku di sebelah. Aku langsung mengangkat kepalaku dari meja kemudian menoleh dan dia tersenyum lalu mengatakan,
“Hai, semua orang sudah pulang dari tadi. Kamu tidur terlalu lelap, sampai tidak ada yang tega membangunkanmu.
Aku masih tak bisa menerima kenyataan yang ada. Aku terlalu kaget untuk bergerak. Dia menyodorkan tangannya untuk mengajak bersalaman. Dengan ragu aku menjabat tangannya. Sungguh halus dan lembut.
“Aku anak baru disini, namaku Maya.”
“Ci.. Cipta. Namaku Cipta”
“Cipta....”
Aku membalas senyumnya dengan grogi.
Dia memandangku lama dan tidak melepaskan tanganku. Tersenyum dengan arti yang tak dapat kuterjemahkan. Dia memiringkan kepalanya dengan sangat imut.

Cipta... kau telah melihat dan mendengar terlalu banyak...
Namun akan kubiarkan kau bertanya-tanya
Karena aku tak ingin kehilanganmu terlalu cepat.
Cipta...

Senyum itu lagi...
Bibir itulah yang tersenyum dihadapanku,
Menyentuhku...
Maya...

Dia masih tersenyum saat melepas tanganku lalu dia bangkit dan menuju keluar kelas, namun berhenti di depan pintu, berbalik kepadaku masih dengan senyum di bibirnya,
“Sampai jumpa besok, Cipta.
“Tunggu!” aku berteriak, dan dia berhenti lalu berbalik
“A.. apa kamu menungguku dari tadi?” tanyaku sambil grogi.
Dia hanya mengangguk, senyum tak lepas dari bibirnya. Tanpa kata dia melangkah keluar, meninggalkanku sendirian yang masih bingung dengan apa yang terjadi.

Dan ku biarkan dia pergi lagi, dengan tanya tersisa bersamaku,
Namun aku menikmatinya...
Menikmati setiap tanya,
Agar aku terus punya alasan, untuk mengejarnya.
Aku tak ingin segera kehilangannya.
Maya...

Finish?
First