Surat untuk Budak yang Marah pada Nona





Kini aku menuliskan sebuah surat dari sebuah kisah yang diceritakan padaku,
Dikisahkan padaku, dari mulut seorang Nona yang khawatir.
Tentang seorang budak,
Yang marah, dan tak terima pada penolakan.
Lalu tenggelam dalam kegelapan dan mengirimkan kegelapan pada seorang wanita.
Yang kini merasa sangat terugikan oleh kegelapan tersebut.
Anggap saja;
“Aku” dalam surat ini adalah wanita itu,
Tak kutulis dirinya “Tuan” karena tak merasa pantas disebut begitu.





“…Budak itu marah setelah kutolak…”
“…ku dengar Budak itu mengirimkan kegelapan pada hidupku agar aku terjatuh…”
“…ku pikir Budak itu ingin menjatuhkanku, merusakku dan menghancurkanku…”

HAHAHA!!! Lucu bagiku,
Sangat lucu bahkan!
Karena aku tak percaya pada kegelapan itu. Tak masuk akal!
Tapi dipaksa percaya karena telah terjadi di depan mataku dan pada tubuhku.
Dan masih berlaku, seolah terjebak dan terantai.

“Aku tak peduli!”
Inginnya aku berlaku seperti itu, tapi…
Hal ini sudah merugikanku, tak hanya hidupku, tapi orang sekitarku.
Dan aku sudah tak tahan lagi.

Oh wahai kau Budak!!!
Jika aku telah melukaimu, maafkan aku.
Tapi jangan lupa, dulu kau juga telah meninggalkan noda ditubuhku.
Kau tinggalkan bekas luka yang masih membuatku ketakutan.
Kau ubah aku hingga rusak.
Tapi aku tak mendendam atau ingin menjadikanmu rusak seperti aku.

Kau Budak! Ketahui Posisimu!

Aku menolakmu dengan lantang, karena aku tahu  diri.
Yang tak akan pernah mampu untuk berada di sekitarmu.
Sebentar ataupun lama.

Setelah mengetahui tingkahmu seperti ini,
Dengan kegelapan dan tingkah primitif, juga pikiran kampungan,
Membuatku semakin memandang rendah dirimu dihadapanku,
Dan semakin tak pantas berada di sekitarku.
Jauh dari kata layak!

Budak, sadarlah!
Kupikir kau tahu tentangku, dan jalan pikirku.
Kau tahu aku ingin hal besar, yang tak mungkin teraih hanya dengan bersamamu,
Kau tahu aku tak butuh hal kecil yang merumitkan, seperti kau!
Kerikil di jalanku hanya akan menghalangi dan menyakiti.
Sadarlah…

Aku dengan jelas dari awal tak menginginkanmu.
Ku katakan itu dengan jelas dan lantang.
Agar kau mengerti,
Agar aku tak melukaimu lebih dalam,

Kalau hanya dengan kenyataan sederhana ini kau tak mengerti dan terluka,
Betapa bodoh dan lemahnya…
Jika kau seperti itu, bagaimana kau bisa melindungiku?
Karena perjalanan dan kenyataan yang akan menerpaku,
Akan lebih keras dan kejam juga sangat memukul.
Tak bisakah kau berfikir lebih pintar?
Walau sedikit?
Dan bahkan kini kau mengirimkan aku kegelapan?!
Tinggal di zaman apa kau ini, Budak?! Oh Tuhan…
Oh, bahkan aku tak tahu jika kau memiliki Tuhan, setelah kau mengirimiku kegelapan seperti ini, ku yakin Tuhan mu berbeda dengan Tuhan ku! Atau bahkan tidak punya sama sekali!

Kau tak akan memuaskanku, itu kenyataannya!
Dan aku tak akan pernah menyeimbangimu, itu sudah jelas tertera di jalan kita!
Tak bisakah kau lhat hal itu? Atau kau terlalu buta dengan nafsumu?
Kau bahkan tak mengerti bahasaku!!! Bagaimana kau akan bertahan dijalanku?

Oh Budak!
Diam dan berfikirlah, walau sebentar,
(itu juga kalau kau sanggup berfikir rasional)
Atau aku sudah terlalu memujimu? Terutama dengan kapasitas yang kau miliki di kepalamu.
Ups, maaf!

Maaf , aku merasa semakin kasar dengan kata-kataku.
Itu karena aku sudah lelah dengan bahasa yang halus,
Dan muak dengan segala kelembutan, yang sudah kutujukan padamu sebelumnya,
Jauh sebelum surat ini ada, maksudnya.
Tapi kau tak pernah mengerti!!! Tak mau mendengar dan berfikir!
Jadi aku memilih jalan kasar seperti ini, walau sesungguhnya aku tak ingin.
Aku bahkan tak ingin lagi berurusan denganmu,
Tapi dengan kegelapan yang kau kirimi ini, aku tak tahan Budak!
Sungguh, kau buat aku marah, sangat marah!
Tapi tenang, aku tak akan seperti dirimu dengan mengirimkanmu kegelapan seperti yang kau lakukan.
Bahkan aku mengirimkanmu cahaya melalui surat ini,
Itu juga kalau kau mau menerimanya, teserah padamu.

Budak,
Pergilah, jalani hidupmu sendiri,
Dan kujalani hidupku, seperti tak ada kegelapan melingkupiku.
Aku tak membencimu.

Memang, ku akui ini semua salahku,
Salah besarku yang telah berhubungan denganmu,
Kecerobohan masa bodohku, yang belum berfikir panjang,
Hingga ku beri kau harapan palsu.
Maafkan aku.
Memang aku yang salah,
Walau dari awal sudah kukatakan tidak padamu,
Berulang kali, dan berulang kali.
Walau sudah aku menolakmu, terus dan terus.
Walau sering aku mematahkan harapan yang kau bangun terhadapku,
Salahku,
Karena walau semua telah kulakukan, kau tetap mengejarku dan menginginkanku.
Maafkan aku,
Aku tak dapat mengendalikan diri dan waktu.
Salahku.

Tapi, jika kau pikir dengan mengirimkanku kegelapan seperti ini,
Maka aku akan datang dan setuju untuk bersamamu,
Jangan berharap,
Karena memikirkannya pun aku tak mau, tak akan dan tak akan!
Karena dalam gelap pun aku masih dapat melihat,
Dalam kegelapan ini pun masih ada cahaya yang dikirim oleh orang yang kucintai,
Orang yang peduli dan menyayangiku, tentu saja berbeda dengan dirimu.
Dan bagaimanapun, aku akan terus menuju cahaya itu dan tak terjebak dalam kegelapan, hingga mengutuk nafasku, tak akan Budak.
Karena dalam gelap pekatpun, masih akan ada cahaya.

Budak,
Kau bisa berhenti sekarang,
Sebelum terlambat, sebelum kau sendiri yang tenggelam dalam kegelapanmu.
Berhentilah.


Previous
Next Post »

2 comments

Write comments
Topan Adi Perkasa
AUTHOR
June 7, 2015 at 10:33 AM delete

Hm, tajam ya. Hihi.

Reply
avatar
Febri
AUTHOR
June 10, 2015 at 1:40 PM delete

masih bisa lebih tajam lagi. hehehe

Reply
avatar