Telah jelas apa yang akan terucap di awal
kata,
Tentang siapa, kepada siapa dan apa yang
terkata,
Juga bagaimana akan tertampak di mata.
Tergantung siapa yang pikirannya bersama dengan
mata.
Wahai
Tuan dan Nyonya yang berwajah dua,
Oh,
tidak, mungkin tiga, mungkin lebih.
Kau pakai
topengmu, begitu juga akan ku gunakan topengku.
Kau kisahkan
padaku tentang dirimu, tentang perjalananmu, tentang hidupmu,
Yang kau
anggap menyedihkan namun menutupinya dengan selimut keangkuhan,
Yang menganggap
dirimu hebat dan kuat dibanding seorang yang lain.
Kau kisahkan
padaku semua, seolah kau buka topengmu di mataku.
Tapi ternyata
tak juga kau buka topengmu,
Masih tampak
dimataku, topengmu yang lain, dibalik topeng yang kau jatuhkan di kakiku,
Bersama dengan
kata-kata yang kau kisahkan padaku.
Tentang betapa
kau membuat citramu baik dan menarik perhatianku.
Oh Tuan,
Oh Nyonya,
Kau memang
mendapat perhatianku,
Selalu,
dan akan selalu, karena bagiku kau
memang menarik, ya… “Menarik”
Kau anggap
aku tak bertopeng, dan mendengarkan yang kuucapkan tentangmu,
Tentang kisah
hidupmu, yang kau ceritakan, kau tanyakan dan kau pikirkan.
Oh Tuan,
Oh Nyonya,
Mana dirimu
yang pura-pura, dan mana dirimu yang sebenarnya?
Apakah dirimu
telah tersesat? Di jalan yang kau buat sendiri?
Oh Tuan,
Oh Nyonya…
Tak sadarkah?
Tak tahukah kau bahwa…
Betapa sangat
lucunya dirimu ketika kau mengisahkan hidupmu padaku?
Kau
jatuhkan, tidak, kau lemparkan,
topengmu padaku,
Tepat di
bawah kakiku, untuk ku pakai dan membuatku merasakan yang kau rasakan,
“Untuk aku merasakan, dan dapat memberi tahu
apa yang harus kau lakukan selanjutnya.”
Ya, aku
memakainya, aku memikirkan apa yang bisa kau lakukan,
Agar kau
tidak tersesat,
Betapa baiknya
aku… hahaha….
Memikirkan
orang lain –topeng orang lain- saat
aku sendiri tersesat dalam kisahku.
(Entah baik
atau memang tak ada kerjaan, betapa bodohnya!!)
Sejenak aku
bermain dengan topengmu, aku merekam kisahmu,
Dan sempat
terjebak dengan kisah yang kauucapkan padaku,
Tentang gambaran
dirimu yang kau deskripsikan padaku.
Betapa lucunya
saat aku mengingatnya lagi, Lucu, bodoh!
Ku kembalikan
lagi topengmu, setelah aku selesai merekammu,
Bersamaan
dengan kata-kata yang kau pinta dariku,
Kau senang
mendengarku, dan aku “terlihat” senang mendengarkanmu.
(Oh, aku senang, sungguh, karena kau
mengizinkanku mendengarkanmu dan merekam tentangmu)
Tuan,
Nyonya, yang menggunakan Topeng banyak,
Tersenyum,
simpati, empati, menangis bersama, berfikir bersama, turut menyatu,
Itu semua
bagian dari topeng kita,
Ya,
bagian dari peran yang kita mainkan disini.
Ada yang
berkata, “Hidup adalah panggung sandiwara.”
Tepat
sekali! Karena semua peran tak pernah sama di berbeda tempat.
Sebuah
kebohongan yang sangat fatal jika ada yang mengatakan seseorang tak memiliki
topeng diwajahnya.
“Apa
adanya” sebuah kalimat kepalsuan yang nyata dan delusional.
Sangat tak
masuk akal!
Kau suka
menceritakan, kau suka membuat peranmu meyakinkan,
Dengan kata,
kisah, perbuatan dan sikap.
Kau membuat
semua orang percaya dengan peranmu.
Tapi tidak
denganku.
Jangan lupa karena aku juga pernah menjadi
bagian dari permainan.
Oh Tuan,
Oh Nyonya,
Kau memakai
topengmu, semua topengmu menempel di wajah, hanya berganti sesuai dengan
keinginanmu.
Begitupun
aku,
Kita sama,
tapi juga kita jauh berbeda, sangat jauh.
Kau sembunyikan
topengmu dibalik topengmu yang lain.
Dan aku
menunjukkan semua topeng yang kumiliki.
Pandang aku
rendah,
Pandang aku
tinggi,
Terserah,
Tapi jangan
pandang aku rata,
Karena aku
tak pernah sepadan dengan dirimu.
Percaya
apa yang kau percayai, pikir apa yang kau pikir.
Tapi dengar
apa yang harus kau dengar, karena itu yang hanya akan ku katakan padamu.
Tak ada
tambahan, tak ada pengurangan. Walau menyakitkan, tapi kau harus mendengarkan.
Terserah lagi,
jika kau ingin memikirkan kata perkata atau hanya mendengar.
Hidupmu,
hidupmu.
Bukan hanya
perihal topeng yang kau pakai, tapi wajahmu yang mulai menghilang
Karena terlalu
lama memakai topeng.
Mana warna
aslimu, mana warna yang kau pakai, pikirkan sebelum hilang.
Jika kau
datang lagi padaku untuk bercerita,
Datanglah,
ku terima, tapi jangan harap lebih,
Aku tak
akan mendengarkanmu, seperti saat pertama kau datang,
Sebelum “tanpa
sengaja” kau buka wajah aslimu padaku.
Bukan karena
aku tak lagi peduli padamu,
Tapi lebih
karena aku terlalu peduli padamu hingga aku tak ingin lagi kau berbohong.
Juga menyakiti
dengan topeng-topeng yang kau miliki.
Padaku,
pada dirimu, pada orang lain, juga pada dirimu
sendiri.
Aku menulis
dirimu dua kali? ya, memang. Dirimu dan dirimu!
Ceritakan
padaku, kisahkan padaku, bongkar semua,
Aku dengar,
aku rekam, tapi pandangku telah berubah padamu.
Maafkan aku,
Tapi aku
bukan pemakai topeng yang baik,
Karena tak
dapat menyembunyikan hal sebaik dirimu.
Aku,
adalah diriku, yang kau lihat dan kau dengar.
Oh Tuan,
Oh Nyonya,
Berhenti bermain,
karena aku lelah dengan kata-kata yang memusingkan.
Jangan berjalan
terlalu jauh ke pada kegelapan topeng yang kau pakai.
Sebelum kau
kehilangan dirimu sendiri,
Juga kehilangan
yang kau miliki dalam gelap.
Seperti aku.
Sign up here with your email
1 comments:
Write commentsWiiiih, mau dong mainan topeng.
ReplyConversionConversion EmoticonEmoticon