Kini aku menulis surat,
Tentang
seorang Nyonya yang tak puas akan dirinya…
Entah dia marah atau memang tak puas,
akan yang sudah dimilikinya, hingga,
Dia mengatakan kepada anak
kecil,
Menceritakan,
Mengisahkan tentang kejelekan seseorang
yang dia anggap lebih itu,
Sang Nyonya, membuat anak-anak itu ,
mengolah kata-kata yang diucapkannya, menjadi sebuah kebohongan,
Mungkin
bukan kebohongan pula, tapi terserahlah…
Meracuni pikiran orang-orang lemah
untuk turut membenci orang yang dibencinya.
Merusak kepercayaan orang-orang payah
untuk turut menganggap rendah orang yang dibencinya.
Membuat mereka semakin terlihat bodoh
dimataku,
Karena kebodohan mereka membuat mereka
percaya akan keburukan yang diucapkan Sang Nyonya yang tak puas itu.
Hingga membuat korban,
Seorang Wanita yang tak tahu
kesalahannya apa pada Sang Nyonya yang tak puas,
Seorang Wanita yang menjadi korban akan
kata-kata Sang Nyonya yang tak pernah puas,
Seorang Wanita, yang berubah, menjadi
kuat karena menjadi korban Sang Nyonya yang tak pernah puas hati.
Beruntung Wanita itu tak berdendam
diri,
Beruntung Wanita itu masih bisa menahan
diri, walau dia tahu itu sangat menyakiti dirinya,
Beruntung Wanita itu tak melarikan diri
dan melukai dirinya atau siapapun, walau dalam hati dia merasa sangat disakiti.
Wanita itu berubah menjadi tangguh
dengan kata-kata yang didengarnya.
Tentangnya,
dari mulut Sang Nyonya, juga tentangnya dari mulut orang lain,
Serta
tentangnya dari orang-orang yang mencintainya, hingga dia bertahan.
Sang Nyonya, entah mengapa tak pernah
puas hati,
Padahal dia memiliki yang lebih dari
Wanita itu, mungkin tak banyak, tapi dia sudah punya yang wanita itu punya.
Kepercayaan
dari Sang Besar, Keahlian, juga Uang (Mungkin).
Mungkin ada luka, mungkin dia iri, (Memang!) atau mungkin memang dia
seperti itu.
Entahlah,
Nyonya…
Sadarkah kau dengan ucapanmu tentangnya
keoada anak anak itu?
Ingatkah siapa yang menolongmu saat kau
jatuh?
Wanita itu tak meminta apapun darimu,
Nyonya, Ingatkah?
Wanita itu terluka karenamu di masa
lampau, tapi dia melupakannya dan mau mengangkatmu saat terjatuh,
Wanita itu terluka lagi saat kau
meracuni anak anak tak berdosa dengan kata-kata yang melukainya di masa lalu,
Nyonya… tapi dia berdiam diri, berusaha menahan lukanya sendiri.
Nyonya…
Dia tak menyalahkanmu, tapi hatinya
perih.
Begitu juga aku saat aku melihatnya
menahan rasa sakit itu karena tak ingin membuat orang lain cemas.
Nyonya,
Bisakah kau hentikan yang kau lakukan?
Karena sejauh ini, kau hanya membuat
dirimu semakin terlihat rendah,
Di mataku,
Di mata orang yang memahami kisah ini.
Dan mungkin Di mata Sang Besar (Jika dia tahu apa yang terjadi)
Nyonya,
Kau sudah memiliki segalanya,
Tak perlu kau merasa risih dengan yang
dimiliki Wanita itu, karena bagaimanapun,
dia
adalah korban, dari kata-kata yang kau
rangkai tentangnya.
Kau
juga korban, dari hatimu.
Anak-anak
itu juga korban dari racun yang kau sebar tentangnya,
Aku
korban dari penglihatan yang menyakitkan.
Sang
Besar adalah korban dari kepercayaan.
Kita
semua adalah korban, dari perilaku kita.
Aku tak mengajarimu apapun, juga aku
tak menuntut apapun.
Aku bukan orang besar yang bisa
membuatmu takluk, bahkan untuk mendengarkanku pun aku ragu kau akan
melakukannya.
Aku bukan siapa-siapa selain seorang
pengamat.
Hanya ingin membantu dirimu, Nyonya,
sebelum kau menyesali segalanya,
Sebelum semuanya terlambat dank au kehilangan
yang kau miliki.
Kau
tak bisa menggenggam segala hal di tanganmu,
Kadang,
kau harus melepaskan sesuatu agar bisa menggenggam lebih,
Karena
jika kau memaksakan diri, kau akan kehilangan semua yang kau genggam dan
menyesal.
Nyonya,
Jangan lukai Wanita itu,
Jangan racuni anak-anak itu,
Ini antara kau dan dia, tapi lebih
antara kau dan dirimu.
Lihatlah dirimu dan yang kau miliki
Nyonya,
Banyak dari kami tak memiliki yang kau
miliki, bahkan Wanita itu pun tak memiliki semua hal.
Nyonya,
Aku mengerti dirimu,
Karena aku juga manusia, yang kadang
tak puas hati,
Tapi jangan jadikan itu alasan untuk
melukai, apalagi sampai membuat hidup oranng lain hancur.
Nyonya…
Mari kita perbaiki diri.
Alasannya?
“Karena
aku menyayangi diriku sendiri.”
Itu saja Nyonya,
Dan anak-anak,
Lain kali pikirkanlah, apa yang kalian
dengar, jangan langsung percaya, hanya karena dia lebih tua darimu, belum tentu
yang dia ucapkan itu baik, apalagi untuk kalian sampaikan kepada orang lain
lagi.
Jangan jadikan diri kalian menjadi
seperti Sang Nyonya yang tak puas hati itu.
Jangan membuat diri kalian menjadi
rendahan, (yang mungkin memang masih
rendah).
Jangan racuni diri kalian sendiri
dengan kebencian, ketakutan dan kebodohan.
Karena tak ada yang bisa menyelamatkan
kalian, selain diri kalian sendiri,
Saat kalian melakukan kesalahan dengan
kata-kata yang kalian olah,
Itu bisa menjadi bumerang dan menyerang
kalian sendiri, kalau kalian tak berfikir.
Aku mengatakan ini agar tak ada lagi
yang menjadi korban,
Tidak
aku, Nyonya, Wanita itu, Anak-anak, juga Sang Besar.
Atau
siapapun yang menyangkut kisah ini.
Inilah surat yang kubuat untuk Seorang
Nyonya yang Tak Puas Hati dengan penuh perasaan.
Semoga sampai pesanku.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon